HARIAN LOMBOK – Menjawab keresahan rakyat Indonesia menyangkut rencana kenaikan tarif Listrik dan Harga BBM Pertalalite, Pengamat Pertamina Dr. Kurtubi menyampaikan.
“Alhamdulillah akhirnya Pemerintah dan DPR-RI membatalkan Rencana Menaikkan Tarif Listrik dan Harga BBM Pertalite”.
“Seperti yang saya sampaikan pada Dialog di beberapa Stasiun TV Nasional beberapa minggu sebelumnya, saya sarankan kepada Pemerintah untuk Tidak Dinaikkan”. Ucap Kurtubi saat dihubungi harianlombok.com via Whatsapp dari Huoston Texas Amerika 1/6 waktu setempat.
Pakar Perminyakan Asia Tenggara ini mengingatkan Permerintah agar mengurungkan rencana Kenaikan Tarif Listrik dan BBM Pertalite, dengan alasan membantu APBN yang akan mengalami kenaikan beban Subsidi energi.
Terlebih lagi, kenaikan harga tarif listrik dengan alasan yang dikemukakan merupakan strategi jangka pendek mengikuti harga minyak dunia,
Ahli minyak kelahiran Lombok ini akhirnya dengan lugas membeberkan alasan dirinya menahan pemerintah untuk menaikan Tarif Listrik dan Harga BBM Pertalite: “jika energi listrik kita menggunakan Bahan Bakar Solar atau Pembangkit listrik Tenaga Diesel (PLTD) , itu biayanya mahal bahkan sangat mahal, Tetapi Energi Mix Kita sekitar 60 sampai 70 persen dari PLTU Batu Bara, PLTU Batu Bara yang harganya Konsumsi dalam negri mengikuti harga DMO bukan harga Batu Bara dunia.
Hingga faktanya menunjukkan, biaya pokok dari produksi listrik Batu Bara sangat rendah, jauh lebih dari biaya priduksi listrik terbarukan, dari tenaga surya, Tenaga Angin.
Itu sebabnya, Pengembangan Energi tebarukan yang Seperti tenaga surya, Angin atau Mikro Hidro sulit berkembang, Karena Dipulau jawa 70 Pers3n listrik menggunakan Bahan bakar Batu Bara Yang biaya pokoknya murah sehingga energi terbarukan dipulau jawa tidak bisa dikembangkan.
Ini yang saya mau katakan, yaitu yang naik harga listrik ini adalah harga yang menggunakan minyak, harga Diesel tetapi sementara sebagian besar mesin pembangkit listrik yang semula adalah tenaga diesel sudah diganti, sudah dikonversi dimana sebagaian sudah menggunakan Pembangkit dengan bahan bakar Batu Bara, sebagian lagi sudah menggunakan mesin terbarukan.
Jadi alasan ini menurut saya tidak tepat, lebih-lebih lagi menggunakan alasan jangka pendek terlebih konflik Rusia dengan Ukraina bisa segera berakhir mungkin akan turun diangka normal kembali dipasaran harga minyak dunia.
Pada intinya Dr. Kurtubi menegaskan bahwa tanpaknya masih belum relefan untuk dibuat sebagai pertimbangan, Harus dikemukakan faktanya,
“Saya sarankan agar Pemerintah meluruskan sistem Pengelolaan Batubara sehingga sesuai dengan Pasal 33 UUD 45 seperti yang telah berlaku di Sektor Migas, dimana Penerimaan Negara Jauh Lebih Besar dari Keuntungan Bersih Yang diperoleh Perusahaan Migas dengan menggunakan Sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) 65 : 35”.
Dr. Kurtubi juga membeberkan “Negara memperoleh Penerimaan dari Sektor Migas 65% dan Pelaku Usaha Migas memperoleh Keuntungan Bersih 35%, setelah memperoleh Pengembalian Biaya Explorasi dan Produksi (Cost Recovery)”.
Selain semua asset, Alat-alat, Mesin-mesin, Kendaraan, Bangunan yang dibeli/dibangun oleh Perusahaan Migas, Langsung menjadi MILIK NEGARA apabila PSC nya berakhir. (Dr Kurtubi).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT