Mataram – Surat terbuka untuk Kapolda NTB dan Polisi yang melaksanakan Razia penertiban dijalan Majapahit Depan Taman Budaya Mataram hari ini Selasa 21/11.
Awalnya saya merasa masih canggung untuk mencairkan uneg diotak saya, lantaran saya masih memiliki banyak sahabat, banyak Saudara bahkan hubungan Emosional yang terlampau erat dengan puluhan, ratusan bahkan ribuan anggota polisi dari berbagai latar belakang kepangkatan maupun substansi tugas dan bagian.
Tetapi, ledakan perasaan tidak mampu diukur karena tetes air mata penderitaan anak saya yang diperlakukan sangat tidak adil bahkan mungkin juga dialami oleh anak-anak lain yang ketika itu mengalami nasib yang sama.
Saya hanya ingin Bertanya, andai saja anakmu mengalami perlakuan yang sama dengan anakku ketika dia tanpa sengaja melupakan sesuatu.
Anakku ketinggalan Dompet dan surat kendaraan beserta Uang sangu yang nilainya tidak seberapa karena kejar waktu untuk melaksanakan kewajiban kuliah pagi ini.
Karena yakin surat kendaraan yang dibawanya ada sehingga dia berani menerobos barikade pemeriksaan atau istilah keren para penegak hukum menggelar Razia.
Namun mirisnya, kalian tak faham antara sengaja atau tidak, yang penting bagi kalian aksi menindak.
Tanpa berpikir logis, apakah anak gadis ku bisa berbuat apa-apa.
Tangisan anakku hari ini akan menjadi catatan penting dalam hidupku untuk menyimpan dendam karena kalian memang sengaja tak menaruh simpati.
Ada hal yang penting ketika anakku menangis meminta tolong lantaran tidak memiliki uang untuk melanjutkan perjalanan ketempat kuliah.
Saya sangat simpati sama masalah yang dialami anak saya, karena sambil menangis dia melanjutkan perjalanan kekampus berjalan kaki, padahal yang saya tahu ada skala prioritas diatur dalam aturan untuk memilih dan memilah mana yang bisa diberikan kebebasan dan mana yang harus diamankan.
Kembali kepada Topik Razia, karena saya juga tidak jarang bertandang kekantor Polisi, maka setidaknya saya juga diberi informasi bahwa aktivitas razia sudah dikatakan ditiadakan, yang ada adalah hunting.
Lalu bagaimana membedakan antara razia dengan hanting bila penerapannya jauh api dari panggang, atau istilah jeruk makan jeruk.
Sebagai seorang jurnalis yang sudah puluhan tahun Luntang lantung didunia jurnalis saya mencoba berkoordinasi dengan mereka, karena selama ini saya menganggap mereka adalah mitra kerja.
Ternyata diluar dugaan…
Cerita lempar melempar tanggung jawab terjadi dan korbannya seorang bocah mahasiswi yang masih lugu dan hanya mampu menangis karena telat mengikuti mata kuliah dan praktikum dikampus
Tanpa belas kasihan mereka membiarkan seorang anak perempuan menangis berjalan kaki tanpa bantuan.
Katanya polisi pelayan Rakyat, tetapi justru saya harus bersedih ketika ada oknum polisi tanpa moralitas, tanpa sisi kemanusiaan.
Hampir seluruh rakyat faham, bahwa negara ini sedang sakit, sedang tidak baik baik saja.
Saya yakin tulisan saya ini akan menuai kontroversi, ada yang membenarkan, bahkan ada yang mencari dalih pembenaran.
Begitu juga didalam tubuh Institusi Kepolisian sendiri, saya masih meyakini lebih banyak yang berfikir positif karena masih bangga menjaga nama baik Institusi sebagai aparatur negara, meskipun juga tidak sedikit pasti banyak seperti cacing kepanasan karena merasa tercekik dipelintir dasinya, atau kupingnya panas karena enggan mendengar kritik rakyat yang menggaji untuk makan keluarga mereka.
Aktualnya saya menggambarkan ambisi seorang Presiden, menugaskan Ipar sebagai Ketua MK, lalu membuat undang- undang memaksa buah mentah untuk matang sebelum mangkal.
Bukannya Matang, malah akan busuk.
Saya tumpahkan rasa simpati ini untuk kalian semua yang ditugaskan oleh negara untuk melindungi rakyat, bukan menyakiti rakyat.
Setiap kita pasti memiliki kekurangan dan membutuhkan koreksi, sebab manusia cerdas pasti tidak alergi koreksi.
Begitu juga diri saya, jika tulisan ini banyak kekurangan, maka saya dengan sepuluh jari juga siap menerima koreksi.
Sesuai amanat undang-undang, negara memberikan bagi seluruh masyarakat untuk menyatakan pendapat secara merdeka didepan Publik.
Saya berharap, dari kejadian yang menimpa anak saya ini, akan ada aspek logis untuk melakukan evaluasi, saya siap membina anak saya untuk disiplin dan taat pada aturan, dan berharap para pemilik kebijakan dijajaran kepolisian juga memberikan pembinaan terhadap Anggota yang melaksanakan Penertiban agar mengedepankan tanggung jawab moral terhadap sesama manusia sehingga kedepan hubungan harmonis dengan masyarakat kembali terbangun setelah runtuhnya nama baik Institusi Polri karena Ulah Sambo yang sangat mencoreng nama baik Institusi Polri.
Saya tidak ingin menciptakan suasana kontra karena tanpa bersahabatpun, hubungan kemitraan jurnalis sudah mewakili rasa cinta saya terhadap institusi ini.
Salam Presisi Dari Achmad Sahib
#Anggota Presedium Forum Pers Independen Indonesia (FPII).
#Alumni Taplai Lemhanas RI Angkatan 2015.
#Peserta TOT Lemhanas RI 2019