LOMBOK TIMUR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) terus berupaya memperjuangkan nasib belasan ribu tenaga honorer yang hingga kini belum terangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Upaya ini semakin intensif setelah DPRD Lombok Timur bersama Pemerintah Daerah setempat melakukan kunjungan penting ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) serta Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) pada 15 Januari 2025.
Berdasarkan keterangan Wakil Ketua DPRD Lombok Timur, M. Waes Al Qarni, S.E., menyampaikan bahwa hasil kunjungan tersebut membawa angin segar bagi para tenaga honorer. Menpan RB memberikan solusi konkret terkait nasib tenaga honorer yang belum terangkat menjadi PPPK. Menurut Waes, terhadap tenaga honorer yang sudah tercatat dalam sistem data Badan Kepegawaian Negara (BKN) secara otomatis akan diangkat menjadi PPPK paruh waktu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Untuk tenaga honorer yang belum terangkat menjadi PPPK, kalau dia sudah masuk dalam sistem data BKN, secara otomatis akan menjadi PPPK paruh waktu,” ujar Waes dalam konferensi pers pada 3 Februari 2025.
Ia melanjutkan, menurut informasi dari Menpan RB dan Mendagri, Nomor Induk Pegawai (NIP) untuk status PPPK paruh waktu ini diperkirakan akan diterbitkan sekitar 16 Februari 2025. Meskipun begitu, penggajian PPPK paruh waktu ini akan tetap menggunakan tiga sumber anggaran, yaitu APBD, BLUD, dan Dana Boss.
Waes juga menjelaskan bahwa meskipun para PPPK paruh waktu belum mendapatkan gaji sesuai dengan standar UMR, hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh Kabupaten Lombok Timur.
“Jika kita terapkan standar UMR untuk penggajian PPPK paruh waktu, anggaran yang dibutuhkan bisa mencapai sekitar Rp 500 miliar, yang tentu saja sangat memberatkan daerah kita yang anggarannya terbatas,” katanya.
Namun, ada kabar baik bagi PPPK paruh waktu, karena setiap tahun akan ada evaluasi, dan mereka yang berstatus paruh waktu dapat dipertimbangkan untuk diangkat menjadi PPPK penuh waktu. Hal ini dimungkinkan seiring dengan adanya pensiun PNS dan evaluasi kinerja secara berkelanjutan.
Selain itu, Waes juga menyoroti permasalahan anggaran di Kabupaten Lombok Timur, yang saat ini sudah mengalami overload dalam belanja pegawai.
“Menurut aturan APBD Permendagri No. 15, belanja pegawai maksimal 30 persen, sementara kita sudah mencapai 36 persen. Jika standar UMR diterapkan, beban belanja pegawai akan semakin tinggi, yang tentunya akan membuat posisi kita semakin sulit,” ujarnya.
Ia berharap dengan adanya solusi ini, DPRD dan Pemkab Lombok Timur dapat memberikan kepastian dan kejelasan bagi ribuan tenaga honorer yang selama ini bekerja tanpa status yang jelas. Meskipun ada tantangan terkait keterbatasan anggaran, langkah ini menjadi solusi sementara yang diharapkan bisa terus ditingkatkan di masa depan, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan status kepegawaian di Kabupaten Lombok Timur.***