LOMBOK TIMUR – Ibarat pepatah “ayam mati di lumbung padi”, dunia pendidikan Lombok Timur dirundung ironi. Buku bertema pendidikan “anti korupsi” yang seharusnya menjadi sarana menanamkan integritas, justru menjadi pintu masuk dugaan praktik monopoli yang diduga dikondisikan oleh salah satu perusahaan berinisial TY, melalui jalur Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S).
Ironi Pendidikan Antikorupsi
Kasus ini membuka wajah gelap dunia pendidikan Lombok Timur, materi integritas dan kejujuran dikemas dalam buku anti korupsi, namun cara distribusi dan pengadaannya justru penuh dugaan manipulasi dan kolaborasi busuk.
Salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) yang enggan disebut namanya mengaku, salah satu pengusaha di Lombok Timur berinisial S, diduga mengkondisikan pembelian buku dan diduga ada praktek monopolo dengan menjanjikan komitmen fee kepada sejumlah K3S.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Skema yang mereka bangun, masing masing sekolah seolah olah memesan langsung ke perusahaan yang sudah ditentukan, padahal itu sudah dikondisikan secara terselubung. Kami punya saksi dan bukti,” katanya kepada wartawan, Senin (25/8).
Pengusaha berinisial S, lanjutnya, diduga menjual buku anti korupsi menggunakan sejumlah perusahaan yang berbeda. Terkadang, dia kerap memanfaatkan kedekatan dengan penguasa dan berdalih timses.
Bukan rahasia umum, disampaikannya bahwa pengusaha inisial S, pemilik perusahaan TY, disetiap pemerintahan selalu memonopoli setiap pembelian di dunia pendidikan. Khususnya, sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Bukan kali ini saja, pengusaha itu kerap melakukan hal yang sama di sejumlah pengadaan, dan meresahkan para pedagang lain yang juga menggantungkan hidupnya dari usaha yang sama,”
kata pengajar yang tidak mau disebut namanya.
Terpisah, LSM Investigasi Kebijakan Publik NTB, Musollini, SH, mengatakan, praktik monopoli ini tidak boleh dibiarkan dan bertentangan dengan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Dari hasil investigasi anggota kami di lapangan, bahwa perusahaan itu sering menggunakan jalur UPTD Cabang Dikbud dan struktural K3S. Setiap rapat koordinasi, K3S, memerintahkan kepala sekolah agar mencatat kebutuhan buku dari distributor oleh pengusaha berinisial S,” kata musollini.
Ditegaskan, meskipun jual beli tidak ada pelanggaran didalam hukum, tapi praktek monopoli/memperkaya diri dan golongam adalah pelanggaran yang tidak bisa dibiarkan, karena bertentangan dengan rasa keadilan. “Semua orang di negara ini memiliki hak yang sama, siapa saja boleh berusaha. Tapi, ketika ada monopoli itu apalagi memakai tangan tangan kekuasaan adalah pelanggaran terhadap rasa keadilan dan harus kita lawan, bila perlu kita gelar aksi massa, jika ada pejabat/instansi yang melakukan pembiaran,” katanya lantang.
Praktik ini menimbulkan pertanyaan besar mengapa forum resmi K3S terlibat dalam hal yang seharusnya menjadi ranah otonomi sekolah?
“Seharusnya sekolah bebas memilih sumber belajar sesuai kebutuhan. Tapi kalau sudah dikondisikan begini, jelas ada praktik monopoli. Ironis, sebab temanya anti korupsi,” katanya.
Lebih jauh dikatakan, pengadaan ini berpotensi menyerempet pada penyalahgunaan Dana BOS (Biaya Operasional Sekolah). Bagaimana tidak, sekolah dipaksakan untuk mengalokasikan dana BOS untuk membeli buku dengan berkedok surat pesanan yang didesain bersama pemangku kebijakan dengan sedemikian rupa.
Disampaikannya, dana BOS sudah sangat terbatas untuk operasional. Kalau dipaksa beli buku mahal dari satu penerbit, atau penerbit yang telah dikondisikan, jelas menyalahi aturan. Hal itu kata dia, masuk ranah dugaan tindak pidana korupsi.
Pemkab Lombok Timur Diminta Bertindak
“Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Mengajarkan antikorupsi lewat jalur yang syarat praktik koruptif. Bagaimana anak didik mau percaya nilai integritas, dan keadilan,” kata Musollini dengan nada bertanya.
Dirinya berkomitmen, akan membawa persoalan itu keranah hukum. Bahkan jika praktik monopoli ini tidak diindahkan, dirinya akan mengajak sejumlah aktifis pergerakan untuk membawa ini keranah hukum.
Ditegaskan Musollini, jangan pernah lembaga pendidikan bermain dengan cara-cara busuk dengan memberdayakan satu perusahaan, ini adalah kezoliman dan ketidakadilan yang harus dilawan. Setelah mengumpulkan cukup bukti, dirinya akan bersurat disetiap institusi hukum baik kepolisian, kejaksaan. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Publik kini menanti, apakah Pemerintah Kabupaten Lombok Timur berani mengusut tuntas dugaan monopoli ini, atau justru membiarkannya berlalu begitu saja. (hl).
Penulis : Ach. Sahib