Tantangan Implementasi AI dan Coding pada Pendidikan Dasar: Jangan Terburu-buru Mengikis Fondasi Pendidikan

- Jurnalis

Selasa, 23 September 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tantangan Implementasi AI dan Coding pada Pendidikan Dasar: Jangan Terburu-buru Mengikis Fondasi Pendidikan. (Foto: Harian Lombok/Istimewa).

Tantangan Implementasi AI dan Coding pada Pendidikan Dasar: Jangan Terburu-buru Mengikis Fondasi Pendidikan. (Foto: Harian Lombok/Istimewa).

Oleh: Putra Wanda, Ph.D

Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 membunyikan lonceng peringatan bagi sistem pendidikan Indonesia. Meskipun peringkat kita menunjukkan sedikit kenaikan, skor rata-rata kemampuan literasi, matematika, dan sains siswa justru mengalami kemerosotan. Realitas ini membuka mata kita bahwa fondasi pendidikan dasar di Indonesia masih rapuh. Di tengah kondisi tersebut, wacana untuk memasukkan mata pelajaran kecerdasan artifisial (AI) dan coding ke dalam kurikulum Sekolah Dasar (SD) dan Menengah mencuat ke permukaan.

Pada prinsipnya, gagasan ini memang menjanjikan seiring penguasaan teknologi digital dianggap sebagai kunci untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan di era industri 4.0 dan Society 5.0. Namun, tantangan besar yang berpotensi memperlebar jurang di balik janji-janji tersebut, tersimpan sejumlah ketimpangan pendidikan di Indonesia. Sebelum kita melangkah terlalu jauh, penting untuk menimbang secara matang, apakah kita sudah benar-benar siap? Jangan sampai ambisi mengejar kemajuan teknologi justru mengikis fondasi pendidikan yang sesungguhnya masih rapuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tantangan pertama yang paling nyata adalah masalah infrastruktur yang tidak merata. Di satu sisi, sekolah-sekolah di kota besar mungkin sudah memiliki fasilitas yang memadai seperti laboratorium komputer, akses internet cepat, dan perangkat digital. Namun, realitas di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) jauh berbeda. Banyak sekolah di pedalaman masih bergumul dengan keterbatasan akses listrik yang stabil, apalagi komputer atau koneksi internet yang memadai.

Jika mata pelajaran ini dipaksakan, yang terjadi bukanlah pemerataan pendidikan, melainkan pelebaran kesenjangan digital yang kian parah. Anak-anak di kota akan melaju pesat, mendapat kesempatan luas untuk mengasah keterampilan digital mereka, sementara anak-anak di pedalaman akan semakin tertinggal. Mereka tidak hanya kehilangan kesempatan belajar coding dan AI, tetapi juga merasa pendidikan mereka tidak relevan dan kurang berharga. Perbedaan ini akan menjadi beban mental bagi siswa dan menciptakan ketidakadilan yang kronis.

Baca Juga :  Istiqomah Menstimulus Daya Cipta

Tantangan kedua adalah kesiapan sumber daya manusia, terutama guru. Mengajarkan konsep-konsep abstrak seperti AI dan coding kepada anak SD dan SMP memerlukan pendekatan pedagogis yang khusus dan kreatif. Pembelajaran tidak bisa hanya dilakukan dengan metode ceramah atau menghafal, melainkan harus melalui praktik, eksperimen, dan permainan yang interaktif.

Pertanyaannya, apakah guru di Indonesia sudah memiliki kompetensi dasar yang dibutuhkan untuk implementasi AI dan Coding? Program pelatihan guru memang bisa dilakukan, tetapi apakah waktunya cukup dan jangkauannya merata hingga ke seluruh pelosok negeri? Tanpa pelatihan yang memadai, guru akan kesulitan, dan pada akhirnya, kualitas pembelajaran tidak akan optimal. Bahkan, ada risiko guru hanya mengajarkan materi secara tekstual tanpa mampu menumbuhkan pemahaman mendalam tentang konsep dasar berpikir komputasional. Hal ini dapat mengurangi esensi dari tujuan utama kurikulum tersebut.

Kita tidak boleh melupakan fakta bahwa penurunan skor PISA menunjukkan bahwa fondasi literasi dan numerasi siswa Indonesia masih sangat lemah. Memaksakan mata pelajaran baru yang lebih kompleks seperti Coding dan AI berisiko menambah beban belajar siswa dan mengalihkan fokus dari pelajaran dasar yang seharusnya lebih diutamakan.

Baca Juga :  Dikbud Lotim Pastikan Progres Kegiatan PL Mulai Eksekusi Akhir Maret

Dalam pandangan kami, penguatan literasi dan numerasi adalah prasyarat mutlak sebelum melangkah ke materi yang lebih canggih seperti Coding dan AI. Logika dan penalaran yang dibutuhkan dalam coding dan AI sesungguhnya bersumber dari kemampuan literasi dan numerasi yang kuat. Ini ibarat, membangun gedung pencakar langit di atas fondasi yang retak hanyalah resep menuju kegagalan.

Penerapan AI dan coding di usia dini juga membawa risiko psikologis dan sosial. Paparan teknologi yang berlebihan pada anak-anak dapat meningkatkan ketergantungan pada perangkat digital dan memicu kecanduan. Alih-alih mengembangkan kemampuan berpikir kritis secara mandiri, siswa mungkin akan terbiasa bergantung pada bantuan AI untuk menyelesaikan tugas.

Selain itu, fokus yang terlalu besar pada perangkat digital berpotensi mengurangi interaksi sosial dan aktivitas fisik anak-anak. Padahal, masa SD adalah fase krusial bagi anak untuk belajar berinteraksi, bekerja sama, dan membangun empati dengan teman sebaya. Jangan sampai kita menciptakan generasi yang cerdas secara digital, tetapi miskin secara sosial dan emosional.

Kami berpendapat bahwa solusi bertahap dan kontekstual jauh lebih urgent untuk  menguatkan fondasi, bukan sekadar mengejar tren teknologi terbaru. Jadi, apakah ini berarti kita harus menolak total kurikulum dengan muatan AI dan coding? Tentu tidak. Penerapan teknologi dalam pendidikan adalah keniscayaan, tetapi harus dilakukan secara bijak, bertahap, dan kontekstual. Daripada menjadikannya mata pelajaran terpisah yang membebani, pemerintah bisa mengintegrasikannya ke dalam mata pelajaran yang sudah ada dengan pendekatan yang lebih kreatif. Misalnya, konsep berpikir komputasional dapat diselipkan melalui permainan atau aktivitas kreatif yang tidak selalu membutuhkan perangkat digital (unplugged coding). Konsep logika dapat diajarkan melalui teka-teki, dan kolaborasi dapat dilatih melalui proyek kelompok yang melibatkan pemecahan masalah sederhana.

Baca Juga :  Sidang Parade Sub Panda Calon Taruna Akmil 2022, Langsung Dipimpin Danrem

Penting juga untuk memastikan bahwa fondasi literasi dan numerasi siswa sudah kuat sebelum melangkah lebih jauh pembelajaran tentang Konsep AI dan Coding. Pemerintah perlu memperkuat program pelatihan guru, tidak hanya di kota, tetapi juga di daerah 3T. Strategi harus disusun dengan memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyesuaikan metode pembelajaran dengan kondisi lokal dan sumber daya yang tersedia.

Oleh karena itu, marilah kita bercermin pada realitas dan data sebagai bahan evaluasi, bahwa penurunan skor PISA 2022 adalah pengingat bahwa pendidikan Indonesia lebih membutuhkan perbaikan mendasar, bukan sekadar pembaruan kurikulum yang ambisius. Mari kita bangun fondasi yang kokoh terlebih dahulu yakni fokus pada pendidikan Karakter (Moral), Literasi dan Numerasi yang berkelanjutan dan solid, agar generasi penerus kita tidak hanya menjadi mahir sebagai pengguna teknologi, tetapi juga pencipta yang kreatif, kritis, dan berempati.

“Akar yang kuat adalah pondasi utama Pohon yang kokoh dan lebat”. ***

 

Penulis adalah Pakar dan Peneliti Artificial Intelligence (AI), Akademisi dan Penulis Buku Tentang Terapan Kecerdasan Komputasional Modern.

Berita Terkait

Mengenal Ivan Yustiavandana, Si Tukang Blokir Rekening Nasabah 
Mengenal Hatta yang Mau Diganti Fadli Zon sebagai Bapak Koperasi
ITK-NTB Soroti Revisi RTRW Tanpa Pansus, Warga Lunyuk Panik, Sawah Dipatok Perusahaan
Parsel Lebaran yang Memiskinkan: Refleksi atas Budaya Konsumsi Kelas Menengah
70 Miliar Tak Diakui Ridwan Kamil
Prajurit Kipan B Yonif 742/SWY Sumbawa, Terima Arahan Pangdam
Dewan Malu Sampai Lepas Lencana
Kejagung Mulai Panen Koruptor
Berita ini 100 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 23 September 2025 - 18:00 WIB

Tantangan Implementasi AI dan Coding pada Pendidikan Dasar: Jangan Terburu-buru Mengikis Fondasi Pendidikan

Sabtu, 23 Agustus 2025 - 22:35 WIB

Mengenal Ivan Yustiavandana, Si Tukang Blokir Rekening Nasabah 

Senin, 18 Agustus 2025 - 06:06 WIB

Mengenal Hatta yang Mau Diganti Fadli Zon sebagai Bapak Koperasi

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 10:12 WIB

ITK-NTB Soroti Revisi RTRW Tanpa Pansus, Warga Lunyuk Panik, Sawah Dipatok Perusahaan

Sabtu, 29 Maret 2025 - 03:12 WIB

Parsel Lebaran yang Memiskinkan: Refleksi atas Budaya Konsumsi Kelas Menengah

Kamis, 20 Maret 2025 - 14:26 WIB

70 Miliar Tak Diakui Ridwan Kamil

Jumat, 14 Maret 2025 - 10:02 WIB

Prajurit Kipan B Yonif 742/SWY Sumbawa, Terima Arahan Pangdam

Jumat, 7 Maret 2025 - 22:38 WIB

Dewan Malu Sampai Lepas Lencana

Berita Terbaru